Senin, 27 September 2010

Persebaran Negara Pemilik Teknologi & Senjata Nuklir






Sumber : KSB World Radio


Kepemilikan nuklir ternyata tak segampang memiliki sumber energi lain. Dominasi dan penguasaan dari sejumlah negara super power, membuat upaya memilikinya seperti kucing-kucingan. Baik untuk alasan pertahanan dan keperluan sipil, hak untuk menggunakannya, apalagi untuk senjata nuklir, sungguh-sungguh rumit.

Jelas sudah, ancaman senjata nuklir tidak main-main. Perang Dunia sudah membuktikan ketika AS menjatuhkan dua bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Tidak hanya meninggalkan kehancuran fatal, tapi juga kerusakan hebat secara biologis dan psikologis. Baik kepada manusia dalam radius luas maupun jenis kehidupan biologis lainnya si areal yang sama. Trauma itu terus melekat dari generasi ke generasi berikutnya. Sejak itu pula senjata nuklir menjelma sebagai salah satu alat ampuh dalam politik internasional yang memicu perlombaan senjata nuklir.

Di sisi lain, Penyerahan Jepang memang satu bukti konkrit betapa cepatnya senjata nuklir bisa menyelesaikan perang yang berlarut-larut. Diawali dari dijatuhkannya bom pertama di Hiroshima yang membuat rakyat setempat menjadi korban pertama bom atom. Tiga hari kemudian disusul bom kedua di Nagasaki. Kedua bom mempunyai daya ledak setara dengan 15.000 ton TNT (trinitrotoluene). Hanya berselang lima hari setelah itu, Jepang menyatakan kalah perang. Artinya, hanya dengan dua kali pukulan bom atom mampu menghentikan sebuah perang besar.

Amerika Serikat, memulai program nuklirnya setelah presiden Amerika menerima surat dari Einstein bahwa Nazi Jerman sedang mengembangkan senjata nuklir dengan mengambil alih tambang uranium Cekoslovakia setelah meninvasi negara tersebut, maka dimulailah Proyek Manhattan dan bom nuklir pertama Amerika selesai pada 16 juli 1945 dengan diledakkan Trinity, bom berdaya ledak 19 kiloton, sejatinya bom nuklir Amerika akan digunakan untuk menghancurkan Jerman tapi Jerman lebih dahulu kalah perang sebelum bom nuklir Amerika selesai. diperkirakan Amerika memiliki hulu ledak nuklir sebanyak 10240 unit. selama ini Amerika telah melakukan tes peledakan bom sebanyak 1030 kali tes.

Jadilah Amerika selama beberapa tahun menjadi satu-satunya penguasa senjata nuklir, Terpukau dengan kemajuan teknologi atom ini, seperti diketahui, Uni Soviet berupaya keras menyadap teknologi yang mengerikan ini, Dengan berbagai cara dan kerja mata-mata di AS seperti Klaus Fuchs, Soviet akhirnya memperoleh kemampuan untuk mengembangkan kemampuan nuklir secara mandiri. Sebetulnya, periode inilah yang menandai dimulainya perlombaan senjata nuklir. Empat tahun setelah tragedi Hiroshima, pada 29 agustus 1949, Soviet langsung menguji coba bom atom pertamanya Joe 1 berkekuatan 22 kiloton. Setahun kemudian, soviet bahkan sudah mampu menciptakan bom atom dengan daya ledak mencapai 25 juta ton TNT. Kemampuan itu terus meningkat ketika sebuah monster diciptakan dengan daya ledak 56 megaton. Saat ini Russia dipercayamemiliki 8400 hulu ledak nuklir, Russia melakukan tes peledakan bom nuklirnya sebanyak 750 kali.

Britania Raya, Melakukan uji coba senjata nuklirnya pada 03 oktober 1952 bersandi “Hurricane”, Program senjata nuklir Britania Raya dikerjakan dengan data yang sebagian diperoleh dari hasil kerja sama dengan Amerika dalam “Proyek Manhattan” . Britania Raya dipercaya memiliki hulu ledak nuklir sebanyak 200-300 hulu ledak nuklir. Britania Raya melakukan tes peledakan sebanyak 45 kali.

Perancis Dipercaya, Memulai program nuklirnya dengan bantuan dari ilmuwan yahudi/Israel, Perancis sukses meledakkan bom atom pertama bersandi “Gerboise Blue” pada 13 februari 1960, bom berdaya ledak 60 kiloton tersebut diuji coba digurun sahara. Perancis memiliki setidaknya 350 hulu ledak nuklir. Perancis melakukan tes peledakan nuklirnya sebanyak 210 kali.

Cina, Memulai program nuklirnya dengan bantuan sekutu komunisnya Uni Soviet, Menguji coba peledakan bom nuklirnya pada 16 oktober 1964 bersandi “596?, dan pada 17 juni 1967 cina meledakkan bom Hidrogennya di lop nur, daerah pengunungan Himalaya, tempat yang dahulunya selalu dibantah Cina di forum-forum internasional, saat ini diperkirakan Cina memiliki sekitar 390 hulu ledak nuklir. Cina melakukan tes peledakan nuklirnya sebanyak 45 kali.

India, Sudah ditahun 1950-an ahli fisika nuklir pertama di Asia, Homi Babha, merintis teknologi itu, tahun 1964 India sudah merencanakan percobaan senjata buklir. PM Lal Bahadur Shastri memutuskan untuk melakukannya di tengan ketegangan perbatasan dengan Cina. Namun percobaan itu dibatalkan dan baru dilaksanakan PM Indiran Ghandi pada 18 mei 1974 dengan sandi ” Smiling Budha”. saat ini India diperkiran memiliki hulu ledak nuklir sebanyak 60-90 unit. India melakukan tes peledakan nuklirnya sebanyak 6 kali.

Pakistan, Progran pembuatan bom ini digariskan Ali Bhutto januari 1972 begitu presiden Pakistan itu melihat tanda-tanda India berhasil membuat bom nuklir, Modal Pakistan ketika membangun impian nuklir adalah sebuah reaktor riset Institut Sains dan Teknologi Nuklir di Nilore tak jauh dari Islamabad yang dibangun tahun 1965. Kendati kapasitasnya

Pakistan melakukatak seberapa, reaktor ini adalah bukti nyata bahwa Pakistan sudah mengenal teknologi nuklir. Tahun 1973 Pakistan merencanakan pengembangan reaktor ini dengan membeli bahan bakar plutoniumdari Perancis. konon, ini bisa dilaksanakan berkat bantuan dana dari Libya. Beberapa sumber menyatakan Pakistan melakukan uji coba peledakan bom nuklir pertamanya pada tahun 1987, namun baru melakukan peledakan secara terbuka pada 28 mei 1998 beberapa hari setelah India melakukan peledakan nuklirnya. saat ini Pakistan dipercaya memiliki sebanyak 30-52 hulu ledak nuklir.n tes peledakan nuklirnya sebanyak 6 kali.

Korea Utara, dipercaya telah melakukan uji coba peledakan bom nuklirnya pada 09 oktober 2006

Afrika Selatan, Pada 1949 Afrika Selatan telah memiliki Institut Energi Atom Afrika, sebagai penopang pengembangan pertambangan uraniumnya. Dan untuk pengembangan tahap lanjut, Amerika pun menjual sebuah reaktor berkekuatan 5 megawatt, 1965 yang diberi nama Safari 1. Dua tahun kemudian, dibangun sebuah reaktor yang lebih kecil. Namun dunia tidak sampai mencurigai reaktor itu sebagai panrik bom karena keduanya berada dibawah pengawasan IAEA.

Tuduhan baru muncul, 06 agustus 1977, ketika Uni Soviet mengirim nota kepada Amerika, yang isinya : hasil pemantauan sebuah satelit mata-matanya mendeteksi adanya rencana Afrika Selatan untuk meledakkan bom nuklir di gurun kalahari. Pengamatan satelit mata-mata Amerika pun menguatkan tuduhan ini. Maka selama dua minggu AS, bersama Perancis, Inggris dan Jerman Barat melakukan tekanan diplomatis pada Afrika Selatan. Tujuannya : menggagalkan percobaan nuklir itu. Upaya itu berhasil dan Afrika Selatan berjanji tidak akan melakukan percobaan bom nuklir di Afrika Selatan.

Tapi itu bukanlah akhir program persenjataan nuklir Afrika Selatan. Pada tanggal 22 September 1979 , sebuah satelit mata-mata AS merekam adanya kilatan mirip yang dihasilkan ledakan bom nuklir berkekuatan 2-4 kiloton di Samudra Hindia. Hingga saat ini para pakar AS belum mampu memastikan apakah kilatan itu betul-betul berasal dari ledakan nuklir atau fenomena alam saja.

Sebuah sumber mengungkapkan bahwa dari 65000 senjata nuklir aktif pada 1985, diperkirakan hanya tersisa 20000 senjata nuklir aktif di dunia ini pada tahun 2002. Hanya saja sebagian diperkiran hanya disimpan disebuah tempat, bukan dihancurkan.

Yang membuat kita heran adalah Barat yang katanya cinta damai dan pejuang Hak Azazi Manusia, boleh mengembangkan senjata nuklir sebanyak-banyaknya sedangkan negara seperti Iran yang tujuan nuklirnya untuk pembangkit listrik ditekan habis-habisan.

Referensi :
1. KSB World 2010

2. Wartawarga 2010

The Forgotten War (Perang yang Terlupakan)

Perang Korea 1950

Situasi di semenanjung Korea saat ini nampaknya semakin memanas menyusul isyarat Korea Utara untuk kembali meluncurkan rudal antarbenua Taepodong-2. Gawatnya lagi, rudal ini diperkirakan akan mampu mencapai kawasan Hawai, Amerika Serikat. Tentu saja hal ini tidak saja memicu kecemasan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates, tapi juga Presiden Barrack Obama.


”Pemerintah dan juga militer kita sepenuhnya siap menghadang rudal tersebut,” begitu tegas Obama dalam wawancara dengan televisi CBS.

Akankah perang Korea meletus kembali? Pertanyaan ini wajar karena gentingnya situasi di Semenanjung Korea saat ini sepertinya mirip kejadian  pada 1950, sesaat menjelang Korea Utara memutuskan untuk menyerbu Korea Selatan yang dianggap pro Amerika Serikat. Inilah perang dahsyat yang kerap juga disebut Perang Yang Terlupan (The Forgotten  War).

Perang Korea Utara versus Korea Selatan yang notabene perang antar-saudara ini, sebenarnya melibatkan tiga negara adidaya yang secara diam-diam mengatur permainan dan dan konflik bersenjata itu dari balik layar.Yakni Amerika Serikat, Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina.

Informasi penting yang kiranya patut direnungkan generasi sekarang yang tidak mengalami langsung kejadian tersebut adalah fakta bahwa perang Korea itu telah menewaskan lebih dari 5 juta orang. Barang tentu sebagian besar korban jiwa berasal dari warga masyarakat sipil dari berbagai kalangan.

Memang musabab meletusnya Perang Korea bermula ketika Amerika dan Uni Soviet yang sama-sama tampil sebagai Pemenang dalam Perang Dunia II, kemudian membagi beberapa negara yang sebelumnya diduduki tentaran fasis Jepang.

Ketika Jepang menyerah tanpa syarat kepada Amerika dan Sekutu, maka Semenanjung Korea mau tidak mau dibagi di antara Amerika dan Soviet. Amerika mendapat Korea Selatan, sedangkan Soviet Korea Utara.

Namun ketika Amerika dan Soviet berbeda paham dan metode dalam mengelola kedua bangsa yang terbelah tersebut, Korea Utara yang didorong untuk menyatukan kembali saudara-saudaranya di Korea sebelah selatan yang telah dikuasai Amerika, maka Korea Utara memutuskan untuk menyerbu Kora Selatan yang didukung dari belakang layar oleh Amerika pada 25 Juni 1950.

Korea Korban Permainan Catur Negara-Negara Adidaya

Sejak semula masa depan Korea memang sudah diprediksi bakal runyam. Dalam konferensi Yalta di Krimea pada Februari 1945, beberapa negara sekutu berkumpul bersama untuk bahas soal perang melawan Jerman dan Jepang. Namun lebih strategis dari itu, mereka juga bahas agenda pasca perang. Yaitu menyepakati pembagian negara atau wilayah yang sebelumnya diduduki Jerman dan Jepang.

Sialnya, masa depan Korea, yang ketika itu masih diduduki tentara fasis Jepang, justru tidak jelas konsep dan skemanya. Frank Delano Roosevelt, Presiden Amerika kala itu, mengusulkan kepada orang nomor satu Soviet Josef Stalin mengenai kemungkinan membentuk perwalian (trusteeship) oleh empat negara: Amerika, Soviet, Inggris dan Cina.

Waktu itu, Stalin kabarnya setuju-setuju saja karena toh kesepakatan itu hanya bersifat prinsipil tanpa kejelasan dalam detil, skema maupun penerapannya.

Ketika pertemuan Yalta berakhir, dan sekutu menang perang terhadap Jerman dan Jepang, hubungan antara Amerika-Inggris pada satu sisi, dan Soviet dan Cina pada sisi yang lain, justru semakin menegang kalau tidak mau dikatakan semakin memburuk.

Tapi mau tidak mau ketika Jepang menyerah kepada sekutu di Asia Pasifik menyusul jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada Agusutus 1945, maka proses pembagian Korea itupun tak terelakkan.

Sesuai arahan dari Washington mengenai syarat-syarat penyerahan tentara Jepang, maka diputuskan agar seluruh pasukan Jepang yang berada di sebelah Utara garis lintang  ke-38 , harus menyerahkan diri kepada tentara Soviet.

Sedangkan yang berada di Selatan garis , harus menyerahkan diri kepada tentara Amerika.

Arahan kebijakan Presiden Harry Truman, yang baru saja menggantikan Roosevelt yang wafat akibat penyakit polio yang sudah lam dideritanya, ternyata disepakati oleh Stalin dari Soviet. Bahkan dari berbagai analisa kalangan ahli pertahanan dan strategis, ketika itu kalau mau Soviet bisa saja langsung mencaplok Semenanjung Korea secara keseluruhan, karena toh tentara Amerika masih berada di Okinawa, Jepang.

Dari informasi ini, nampak jelas Soviet yang sekarang menjadi Rusia kembali seperti sebelum Revolusi Oktober 1917, memiliki etika yang tinggi dan menjunjung tinggi kesepakatan yang telah dicapai dengan almarhum Roosevelt.

Inilah fase yang mengawali nasib buruk Korea sebagai bidak permainan catur antar negara-negara adidaya. Bangsa Korea yang pada hakekatnya bersaudara baik yang di selatan maupun utara, tiba-tiba di luar kendali mereka sendiri, terbelah dua hanya gara-gara pembagian negara-negara pasca pendudukan Jepang oleh dua negara sekutu pemenang perang.

Sebagai bidak permainan catur, posisi Korea jadi semakin gawat ketika kedua negara pemenang perang tersebut malah terlibat perang dingin selama tiga dekade lebih.

Seharusnya, untuk mengantisipasi situasi pasca Perang Dunia II, yang utama diagendakan adalah terbentuknya Korea yang bebas merdeka, dan tidak di bawah kendali pemerintahan asing, apalagi harus dibelah jadi dua.

Namun apa mau dikata, terbelahnya Korea memang harus terjadi. Padahal, pada Mei 1945 Stalin sebenarnya sudah setuju gagasan Roosevelt ketika di Yalta bahwa Korea akan ditangani melalui perwalian empat negara: Amerika, Soviet, Inggris dan Cina.


Fase Konsolidasi Dua Korea 

Begitulah. Di Korea Utara, Kim Il Sung yang dalam Perang Dunia Kedua berperang bersama tentara Soviet, kemudian diminta menyusun kekuatan yang didominasi oleh kaum komunis. Maka dibentuklah Majelis Rakyat Tertinggi Korea (Utara) yang kemudian bertugas membuat komisi untuk merancang konstitusi. April 1948, rancangan konstitutsi diterima.

September 1948, Kim Il Sung dikukuhkan sebagai Perdana Menteri Korea Utara melalui Sidang Majelis Rakyat Tertinggi, setelah sebelumnya menerima dan meratifikasi rancanfgan konstitusi.

Sementara itu di Korea Selatan, pemerintahan militer Amerika di bawah pimpinan Letjen John Hodge, mulai pembentukan satuan cadangan kepolisian dan merintis pembentukan tentara nasional.

Bagi Amerika sejak kemenangan sekutu dalam Perang Dunia Kedua, memandang Korea telah menjadi tempat uji coba, testing ground  antara kubu demoraksi versus komunisme. Karena itu masuk akal jika Amerika kemudian semakin protektif terhadap Korea.

Buktinya, sejak 1949, Presiden Truman mendesak Kongres Amerika untuk menyediakan bantuan jangka panjang bagi Korea Selatan, baik untuk ekonomi maupun pertahanan.

Sekadar informasi, Korea Selatan ketika memiliki 98.000 personel militer, namun dengan peralatan militer yang seadanya dan serba kekurangan perlengkapan senjata.

Sebaliknya Korea Utara, pada 1946 Soviet telah berhasil mengorganisasikan sekitar 20.000 satuan polisi dan tentara. Dan Agustus tahun itu juga, Tentara Korea Utara resmi terbentuk.

Namun dari sisi kesungguhan, Soviet nampaknya lebih serius dalam memberi bantuan militer kepada Korea Utara dibandingkan Amerika kepada Korea Selatan. Meski tentara Soviet di Utara hanya 150 personel, sementara Amerika di Selatan 500 personel, namun Soviet lebih sungguh-sungguh dalam menyediakan peralatan militer berat, termasuk pesawat terbang, dan tank.

Sehingga ketika pecah Perang Korea, pihak Utara sudah memiliki 135.00 pasukan bersenjata lengkap ditambah brigade tank. Angkatan udaranya memiliki 40 pesawat tempur YAK, 70 Ilyushin Sturmovik 11-10 dan pembom tempur Lavochkin LA-9, serta 60 pesawat latih YAK.

Pada 1950, Cina juga mengirim kembali ke Korea Utara sekitar 12.000 pasukan Korea berpengalaman, yang semula bergabung bersama Cina dalam perang melawan Jepang.

Lalu mengapa Korea Utara berani menyerang Korea Selatan? Nampaknya pidato Menteri Luar Negeri Amerika Dean Acheson pada januari 1950 dinilai cukup memprovokasi Korea Utara. Dalam pernyatannya, Acheson menegaskan bahwa perimeter pertahanan Amerika di Pasifik memanjang dari Kepulaian Aleut, lalu Jepang, hingga kepulaian Ryuku dan Filipina.

Jadi, Amerika sama sekali tidak menyebut-nyebut Korea. Nampaknya Menlu Acheson maupun para pembuat kebijakan keamanan nasional Amerika tidak peka terhadap krusialnya masalah Korea. Karena justru pidato Menlu Amerika yang menafikan Korea inilah yang memicu Korea Utara akhirnya menyerbu Korea Selatan pada 25 Juni 1950.

Maka terkejutlah para petinggi Amerika, namun situasi sudah terlambat untuk dicegah. 28 Juni 1950, invasi Utara berhasil menghabisi tentara Korea Selatan di sungai Hans. Dan Seoul ibukota Korea Selatan pun jatuh.

Dalam situasi genting itu, Amerika terpaksa menurunkan kekuatan penuhnya membantu tentara Korea Selatan  yang sudah hancur lebur tersebut.

Singkat cerita, setelah menempuh berbagai tahapan yang cukup genting, Angkatan Udara Amerika dengan keunggulan teknologinya, berhasil menetralisasi gerak laju pasukan Korea Utara yang sementara itu sudah mendapat dukungan penuh Soviet dan Cina.

Melalui siasat militer Jenderal Douglas McArthur, Penguasa militer Amerika di Asia Pasifik dan pahlawan Perang Dunia Kedua, maka secara militer Amerika berhasil memukul mundur Korea Utara dari Seoul. Meski dengan korban jiwa yang cukup besar.

Bahkan Amerika dan pasukan PBB kemudian berhasil memaksa tentara Korea Utara melintasi sungai Yalu, dan munduir ke wilayah Korea Utara.

Nah di sini ironi muncul. Pasukan sekutu yang sekaran mengambil inisiaitif penyerangan, dihadapkan pada peluang untuk melancarkan gempuran langsung ke wilayah Korea Utara. Namun resikonya, Amerika akan mendekati perbatasan Korea Utara-Cina, yaitu Manchuria. Sehingga akan memicu Cina terjun dalam kancah perang membantu Korea Utara.

Skenario ini rupanya tida diperhitungkan Amerika, sehingga pada perkembangannya justru memicu konflik antara Presiden Truman dan Jendral McArthur.

Namun Truman yang nampaknya lebih memperhitungkan aspek-aspek non-militer dibanding McArthur yang semata-mata mengikuti logika militer, memutuskan untuk menghentikan gerak laju tentara Amerika yang bermaksud menyerang balik Korea Utara, untuk mencegah perang terbuka Amerika versus Cina.

Sementara McArthur yang menilai inilah momentum untuk menaklukkan Korea secara keseluruhan melalui serangan balik ke Korea Utara, justru berpendapat tentara Amerika harus melintasi sungai Yalu dan menyerbu Korea Utara. Tak perduli apakah Cina akan membantu Korea Utara atau tidak.

Dalam sistem Amerika yang menganut supremasi sipil, apa boleh buat McArthur harus mengalah kepada Truman, dan mundur dari dunia ketentaraan.

Maka, Truman memutuskan pasukan Amerika berhenti sebelum melintasi Sunggai Yalu, dan membangun perimeter yang dikenal dengan nama 38th.