Ketegangan meningkat di Semenanjung Korea dan di sekitarnya, setelah penembakan peluru artileri Korea Utara di pulau Yeonpyeong dekat perbatasan maritim antar-Korea di Laut Barat, dan latihan militer bersama antara Korea Selatan dan AS di perairan yang sama. Tepat setelah provokasi artileri Korea Utara pekan lalu, Korea Selatan dan AS membahas cara-cara untuk melawan ancaman keamanan dari Korea Utara dan melakukan militer bersama selama empat hari mulai tgl. 28 November.
Kedua negara mengerahkan kapal perusak Aegis dan kapal angkatan laut lainnya dalam latihan itu, termasuk kapal Aegis Korea Selatan dan kapal perusak Raja Sejong dan pengangkut pesawat AS bertenaga nuklir, kapal induk USS George Washington. Dengan jet tempur menembak sasaran di perairan dalam latihan itu, sekutu militer segera menunjukkan kesiapannya untuk menghancur setiap serangan militer dari Korea Utara.
Sementara itu, secara tiba-tiba Korea Utara telah menyatakan penyesalannya atas kematian warga sipil Korea Selatan sebagai hasil dari penembakan peluru atileri terhadap Pulau Yeonpyeong. Sebelumnya Korea Utara terus mengumumkan komentar lanjutan yang agresif. Melalui kantor berita resmi Korea Utara pada tanggal 27 November, Pyongyang mengatakan “kematian warga sipil dari penembakan, jika hal itu benar, sangat disesalkan. Tapi, tanggung jawab itu beralih ke Korea Selatan, mengklaim bahwa warga sipil dikerahkan Korea Selatan di sekitar posisi target artileri”.
Para ahli diplomatik berspekulasi bahwa nampaknya Korea Utara merasa beban oleh latihan militer gabungan Korea Selatan-AS, dan memburuknya opini internasional serta terutama, tekanan Cina. Bahkan, Beijing bergerak cepat untuk mengatasi krisis keamanan di wilayah tersebut. Cina mengirim anggota penasihat Negara Urusan Luar Negeri, Dai Bingguo ke Korea Selatan pada 27 November, dan hari berikutnya, ketua juru runding pertemuan segi-6 dari Beijing, Wu Dawei mengusulkan pertemuan darurat dari ketua juru runding segi-6 pada awal bulan ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar